DISOLASI MUSISI
By Djoko Moernantyo
PERNAH membayangkan, bagaimana perasaan pesohor-pesohor musik yang ketangkep kemudian tersorot kamera [infotainment], lantaran memakai narkoba. Eksistensi mereka terusik, harga diri rasanya terhempas ke jurang dan bayangan karir yang menukik sudah di depan mata. Bagi yang sudah addict, napza dan sejenisnya memang barang “wajib” yang konon menjadi katalisator untuk berkarya. Saya harus katakan, itu omong kosong besar!
TIDAK ada dalam sejarah musik, karya besar tercipta ketika sedang giting oleh narkoba. Bahwa banyak musisi besar adalah pemakai, pengguna setia napza, itu tidak salah, tapi menjadi salah besar ketika mereka berkarya perlu asupan narkoba. Ari Lasso, salah satu solois terbaik kita, mengakui ada beberapa karya yang dianggap terbaik oleh pengamat musik, sebenarnya dikerjakan ketika dirinya masih jadi budak narkoba. “Mungkin terbaik, tapi kalau tidak sedang memakai, saya yakin akan jauh lebih baik!” tegasnya.
KAMAR GELAP. Ketika itu saya, ditaruh di sebuah ruangan. Gelap dan tak berlampu. Tak ada jendela tempat cahaya kecil mengintip. Saya membayangkan, seandainya kehidupan ini selalu berada di ruang gelap seperti yang saya alami itu, akankah kita merasakan yang namanya ketenaran, kemeriahan puja-puji, sengkrang-sengkring popularitas. Kita berasa dalam kapasitas disolasi yang tak berujung.
Dan itulah sisi bodoh dari musisi besar yang menjadi budak napza. Mereka memilih berada di kamar gelap tak bercahaya, kemudian mati kehabisan napas karena oksigen yang malas terhirup. Memilih tertelungkup kedinginan, dipermalukan dan menjadi tolol dalam kamar pengap dan gelap. Kemudian hilang dan benar-benar menjadi kentut yang hanya meninggalkan bau busuk. Sekian detik kemudian, lenyap.
Pilihan kamar gelap adalah kebodohan…
Sumber: AirPutihku