mau band kamu ada disini? atau lagumu dishare disini? GRATIS....!!! buat anak band yang dah punya lagu sendiri n pengen dishare ke temen-temen laen, disini tempatnya...

ikuti aturan mainnya:
1. kirimkan lagu jadi dengan audio mixing yang normal dilengkapi dengan profil band via email ke: deditsabit@gmail.com
2. beri judul emailnya dengan nama "BAND"
3. konfirmasikan pengiriman via chatbox yang tersedia di sebelah kiri
4. ditunggu hingga proses penyuntingan selesai untuk diluncurkan...

jika ada perubahan dengan lagu, data atau lagunya tidak ingin dipublikasikan di blog ini lagi, segera hubungi admin, atas kerjasamanya kami sampaikan terima kasih dan salam tiga jari untuk mengharumkan citra musik Indonesia...

Photobucket

Post

Pentingnya MADILOG Untuk Musisi

Oleh: Djoko Moernantyo


Saya selalu berpikir, kecerdasan menciptakan lagu, komposisi dan centang perentang aransemen, adalah ‘kegaiban.’  Bukan persoalan mistikal, tapi lebih kepada analisa logis musisi untuk menuangkan khayalan dan fantasinya dalam komposisi. Tidak mudah, karena banyak musisi tidak dibekali kemampuan analitik, dialektika dan logika yang tepat untuk mencerna peristiwa dan mengubahnya menjadi karya.

+++

BAIKLAH, saya mengajak menitikberatkan penciptaan karya pada pola pikir yang berdasarkan kenyataan rill (realis). Pada karya-karya sebelum modernisme, musisi dituntut untuk dapat memenuhi apa yang menjadi harapan pendengarnya. Sebaliknya, modernisme bebas dengan menggunakan matra campuran dan tonalitas majemuk menggambarkan konsep irama inkonvensional. Artinya, musisi punya kebebasan menemukan jatidirinya.

Kalau kemudian saya hubungkan dengan Tan Malaka dalam Madilog, bukannya ingin sok menyusupkan paham sosialisme dalam komposisi lagu, tapi mengajak untuk belajar menghimpun rasionalitas dalam penciptaan karya. Bukan karya pesanan. Bukan karya keterpaksaan.

Musisi, penyanyi dan semua yang berhubungan dengan industri musik, punya komposisi rasio pemikiran yang berbeda-beda. Ketika lalu saya mengkritik logika mistik yang berpendapat bahwa inti komposisi musikal adalah kegaiban mistikal, yang lahir dari wangsit dan sejenisnya, rasanya tidak berlebihan bukan? Salah satu bentuknya adalah bermusik karena pengharapan ngetop dan popular semata. Mimpi berharap berkah dari langit. Seiring dengan berkembangnya akal budi manusia, bermusik tidak lagi berkisar pada kenikmatan aransemen dan kesengsaraan lirikal semata tapi menyangkut rasa, jiwa dan kebebasan.

Bagaimana bisa membuat industri musik maju jika di dalamnya pelaku musik tidak bisa terbuka pada perubahan, wawasan dan masih berkutat pada hal-hal yang dogmatis yang mereka ciptakan sendiri dan saling menyalahkan sifatnya? Kita tidak akan pernah kemana-mana selama kita tidak berani melihat keluar.

Bagaimana seandainya musisi, penyanyi, pencipta atau yang mengaku pelaku industri, dibekali dengan pemahaman materialisme, dialektika dan logika atau madilog? Madilog musisi adalah simbol kebebasan berpikir, kebebasan berkarya, kebebasan mencipta. Seperti Tuhan yang menganugerahkan manusia akal, maka gunakanlah akal itu seoptimal mungkin. Bebaskan. Komposisi yang bebas inilah yang kadang justru membuat keindahan bermusik bagi para penggemarnya.
 

Sumber: AirPutihku

cek band/ daerahmu disini:

bali, bandung, bogor, bojonegoro, depok, jakarta, jember, kudus, lumajang, makassar, malang, pamekasan, probolinggo, purwokerto, semarang, situbondo, sumenep, surabaya, tangerang, dll.
supported by deditsabit