mau band kamu ada disini? atau lagumu dishare disini? GRATIS....!!! buat anak band yang dah punya lagu sendiri n pengen dishare ke temen-temen laen, disini tempatnya...

ikuti aturan mainnya:
1. kirimkan lagu jadi dengan audio mixing yang normal dilengkapi dengan profil band via email ke: deditsabit@gmail.com
2. beri judul emailnya dengan nama "BAND"
3. konfirmasikan pengiriman via chatbox yang tersedia di sebelah kiri
4. ditunggu hingga proses penyuntingan selesai untuk diluncurkan...

jika ada perubahan dengan lagu, data atau lagunya tidak ingin dipublikasikan di blog ini lagi, segera hubungi admin, atas kerjasamanya kami sampaikan terima kasih dan salam tiga jari untuk mengharumkan citra musik Indonesia...

Photobucket

Post

Non Scelus Disabled Adalah Kecacatan Bukan Kejahatan

Oleh: Djoko Moernantyo


“Kesempurnaan fisik memang bukan segalanya, tapi memahami soal kesempurnaan itu jauh lebih penting”

MENJADI  tidak sempurna –sebutlah cacat tubuh–  pasti tidak diinginkan manusia. Maunya semua tampak sempurna dan normal. Tapi siapa yang bisa menolak hal itu, ketika si pemberi napas memberinya? Apakah kita harus protes dan kemudian berharap semua menjadi lebih sempurna? Percayalah, cacatmu bukanlah musuhmu! Karena mempunyai kekurangan fisik bukanlah kejahatan.

+++

PERTAMA, saya ingin mengajak kita “sombong” karena sempurna secara fisik. Punya otak yang bisa dipakai dan anggota tubuh yang secara normal berfungsi dengan baik. Kemudian, saya mengajak untuk “menampar” diri Anda sendiri dan letakkan “sombong” tadi di bawah sepatu kotor Anda. Mengapa? Karena ternyata saya, Anda dan kita yang sempurna secara fisik ini, tak mampu melakukan hal-hal berguna dan positif. Diluaran sana, banyak orang yang punya banyak kekurangan fisik dan intelejensi, bisa berjuang dan mengatasinya layaknya orang normal. Dan mereka berhasil!

Bicara soal kecacatan, sebenarnya adalah ambigu. Kata ini memang agak mengganggu. Kata cacat juga umum digunakan untuk menyebut beberapa orang yang memiliki kemampuan mental di bawah rata – rata. Para individu yang selama ini memiliki kemampuan mental di bawah IQ [Intelegence Question] rata – rata dikategorikan sebagai orang cacat. Bahkan dalam kesehariannya mereka sering disebut dengan sebutan yang cenderung negatif seperti sebutan idiot, lemah mental, hingga sebutan gila atau tidak waras. Sebutan –sebutan seperti itu tentunya akan sangat berpengaruh secara psikologis dan sosial terhadap penyandang istilah itu sendiri. Tapi sebutan cacat itu, umum dipakai di banyak lini termasuk urusan musikal.

Di Industri musik Indonesia [dan dunia], banyak musisi besar yang terdeteksi atau juga yang hanya dikenal di kalangan komunitasnya, lahir dan berkembang. Mereka punya kemampuan yang luarbiasa, malah beberapa diantaranya bisa disebut jenius bermusik. Dan mereka tidak sesempurna saya, Anda atau kita ini. Malu? Harus! Tapi harus kita jadi punya inspirasi menggila untuk bisa melakukan hal-hal besar dan bermanfaat bukan?

Musik dan sugesti penyembuhan, bukanlah hal yang baru ditelaaah. Sebenarnya, pengetahuan dan wawasan tentang musik yang dijadikan alternatif untuk membantu pengobatan, sudah banyak dilakukan. Memang belum menjadi satu addicted yang harus dilakukan. Tapi dari banyak penelitian yang ada, seharusnya menempatkan musik pada posisi yang lebih terhormat.

Ada satu buku menarik tulisan Kay Gardner, seorang musisi besar yang mendedikasikan hidupnya dengan fokus pada musik sebagai penyembuh. Buku itu judulnya “Sounding the Inner Landscape: Music as Medicine.” Dia mengambil referensi pada sosok Dewi Saraswati, Dewi Hindu yang dimitoskan mencintai musik musik dan ilmu pengetahuan.  Gardner mengatakan, pernah mempunyai seorang guru yang mengatakan bahwa musik seperti matematika.

Gardner [perempuan yang gape main piano, sayangnya sudah meninggal tahun 2002 silam] juga menggambarkan hubungan ‘chakra’ dalam mitologi Hindu dengan rangkaian nada. Menurutnya, bila Anda menghasilkan nada murni, baik secara diucapkan atau instrumental, sebenarnya ia menyiapkan getaran yang cukup kuat untuk didengarkan. Sementara sisi  matematis terjadi pada vibrating string. Menelusuri akar ke oktaf, yang kelima, keempat, ketiga, dan seterusnya.

Apa yang disampaikan Gardner ini juga dipresentasikan ketika dia mengajar kuliah di beberapa kampus ternama seperti Cambridge University di  Inggris, The Omega Institute of Holistic Studies, The New York Open Center, The Yale School of Medicine’s Department of Anesthesiology, The Michigan State University School of H uman Medicine, The Philosophical Research Society of Los Angeles, dan The C.G. Jung Center di Houston, Amerika Serikat.  

Apa yang dikatakan Gardner ini benar. Ketika sudah masuk dalam koridor musik, penyakit apapun atau kekurangan fisik apapun seperti menemukan obat. Saya hanya bisa terdiam, ketika suatu hari diundang dalam mini-konser sebuah kursus musik di Jakarta. Sempat underestimate, lantaran hanya tempat kursus, saya terhenyak dan diam. Di depan saya, beberapa anak berkebutuhan khusus, dari yang autis, mental disorder, atau intelejensia rendah, memamerkan kepiawaiannya bermain piano, biola, drum atau gu-zheng [kecapi Cina] dan vokal. Tak Cuma main, mereka benar-benar jago memainkan alatnya masing-masing. Artinya, musik jadi kegembiraan untuk anak-anak yang tidak seberuntung Anda.

+++

Non Scelus Disabled – Kekurangan itu Kelebihan

Kita mungkin tak pernah menyangka, ada banyak musisi besar yang sejatinya punya kekurangan fisik. Ada yang memang dari lahir sudah mengalami “penderitaan” itu. Tapi mereka melawan dan membuat kekurangannya itu menjadi kelebihan yang luarbiasa hasilnya. Mungkin nama-nama Stevie Wonder atau Andrea Bocelli mengingatkan Anda? Bolehlah kita menyebut Tuhan adil, memberi kekurangan tapi menyediakan kelebihan di sisi lain.

Beberapa nama yang saya tulis ini, memberi inspirasi kelas tinggi tentang arti pantang menyerah. Kalau sebagai manusia tanpa kekurangan fisik sudah merasa mentok, mending minggir dari perjuangan menuju puncak.

Thom Yorke [vokalis Radiohead]:

Siapa nyana, band Inggris ini punya vokalis yang nyaris buta. Bicara Radiohead tak lekang dari peran front-liner Thom Yorke sang vokalis yang melakukan lompatan karir dahsyat dan tak terduga dalam sebuah perubahan musik.  Lahir 7 Oktober 1968, di Wellingborough,  Inggris,  Yorke lahir  dengan penyakit pada mata kirinya dan mengakibatkan kelumpuhan hingga matanya tertutup sebelah  sampai  usia  enam tahun.  Ia menjalani lima kali operasi total,  operasi terakhir itu gagal dan  ia  hampir kehilangan semua penglihatannya. Bahkan hampir setahun ia tidak bisa melihat, dan jika ia pergi harus menggunakan pelindung mata.

Hee Ah Lee [pianis klasik Korea Selatan]:

Dunia menyebutnya pianis ‘capit kepiting’ lantaran sejak kecil menderita penyakit yang disebut lobster claw syndrome. Kelainan itu membuat Ah Lee hanya mempunyai 4 jari tangan yang mirip capit kepiting. Untunglah, gadis ciilik ini punya Woo Kap Sun, ibu yang amat mencintainya. Yang miris juga, sang ayah meninggal akibat sakit lumpuh yang lama hingga kini Hee Ah Lee hanya hidup bersama ibunya, berdua saja. Kini namanya berkibar sebagai pianis berbakat yang konser-konsernya selalu dipenuhi penonton. Bukan untuk merasa kasihan, tapi justru memberi inspirasi kepada mereka yang notabene utuh secara fisik.

Tony Deblois [pianis jazz Amerika Serikat]:

Kekurangannya fisiknya komplet. Tony seorang autis, tunanetra dan penderita savant syndrome. Menjadi wajar dengan sakitnya, lantaran ketika lahir pun beratnya tidak sampai 1 kilogram. Tapi bakat musiknya sungguh luarbiasa. Ketika usia 2 tahun, Tony sudah bisa main piano. Perkembangannya pesat sampai akhirnya tahun 1989 mendapat beasiswa penuh dari Berklee College of Music di Boston. Hebatnya, tahun 1996 Tony lulus dengan predikat summa cum laude. Kini, musisi buta dan autis yang menguasai 20 alat musik secara mahir ini, menjadi salah seorang musisi jazz yang paling diperhitungkan. Selain ngeband, Tony sering mengadakan pertunjukkan yang selalu dijejali penonton.

Ade Irawan [pianis jazz Indonesia]:

Indonesia harusnya berbangga punya Ade Irawan. Anak muda ini memang tunanetra, tapi kemampuannya bermain piano diakui musisi Amerika Serikat sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Hebatnya, semua itu dilakukan secara otodidak, tanpa kursus dimana pun. Ade mengembangkan bakat musik jazz secara otodidak di Chicago USA. Ia diakui para musikus jazz terkemuka Amerika Serikat sebagai salah seorang pianis jazz terbaik di dunia. Selama di Chicago mulai 2003 hingga 2007, Ade juga ikut dalam beberapa pertunjukan jazz seperti Chicago Winter Jazz Festival di Chicago Cultural Center pada April 2006 dan Januari 2007. Dalam bermusik, Ade Irawan, seolah memiliki keajaiban, sehingga ada yang memberi tambahan gelar Wonder pada namanya. Pianis remaja tunanetra Indonesia ini tidak pernah berguru, tetapi kemampuannya main piano tidak saja luar biasa, tapi ajaib. Ade adalah keajaiban ke-8 di Indonesia, sebab ia mengetahui esensi swing dan esensi lainnya seperti blues.

Leslie Lemke [pianis klasik Amerika Serikat]

Pernah membayangkan, seorang anak baru lahir sudah didiagnosa menderita glaukoma , cerebral palsy, dan kerusakan otak akut? Itulah yang dialami oleh Leslie Lemke, seorang pianis klasik yang cukup dihormati. Bahkan ibu kandungnya pun tak sanggup merawat, hingga harus diadopsi oleh seorang perawat bernama Mei Lemke. Nama itulah yang dipakai sebagai nama belakang Leslie kelak. Dari usia enam bulan, Leslie tidak bisa menelan makanan secara normal. Hampir tujuh tahun pertama dihabiskan untuk membuat Leslie bisa melakukan hal-hal sederhana. Usia 12 tahun, Leslie baru bisa berdiri dan usia 14  belajar berjalan. Bakat musiknya tidak lahir dari tempat kursus tapi keajaiban. Bayangkan, tanpa pernah belajar piano, tiba-tiba Leslie bisa memainkan komposisi “Tchaikovsky ’s Piano Concerto no. 1” secara utuh dan benar. Dan bakat itulah yang membuatnya dipuja sebagai salah satu pianis otodidak terbaik yang pernah lahir. Kini, dengan semua kekurangan fisiknya yang dianggap “mematikan” hidupnya itu, Leslie justru tampil ke depan memberi inspirasi yang luarbiasa.

Sony Terry [pemain harmonica blues Amerika Serikat]

Di jagat blues, terbentanglah nama Sony Tery. Mungkin tak banyak yang mengenalnya. Publik blues Indonesia pasti lebih akrab dengan Garry Moore atau Eric Clapton misalnya. Padahal, Sony punya yang kuat secara blues ketika memainkan harmonikanya. Memiliki nama asli  Saunders Terrel (1911-1986).  Setelah mengalami beberapa kali kecelakaan di sebuah ladang, ia akhirnya mengalami kebutaan selama hidupnya saat berusia 16 tahun. Harmonika adalah instrumen yang selalu setia mengiringinya sepanjang hari. Suara teriakan dan raungan selalu terdengar dan sangat khas dari gayanya meniup harmonica, sehingga menjadikannya sebagai pemain harmonika terkenal. Ia kemudian dikenal atas kolaborasi yang dilakukannya bersama Brownie McGhee [partner dalam bermusiknya selama lebih dari 40 tahun]. Terry adalah seorang musisi harmonica yang pernah bekerja sama dengan Blind Boy Fuller, Lightnin’ Hopkins, Woody Guthrie, Revenord Gary Davis dan Leadbelly.

 Rick Allen [drummer Deff Leppard]

Drummer band rock Deff Leppard ini adalah contoh ekstrim bagaimana kekurangan fisik, hanya hambatan untuk berkembang. Ketika mengalami kecelakaan mobil dan harus kehilangan tangan kirinya, Rick merasa karir dan dunia-nya sudah berakhir. Sempat menjatuhkan diri kepada alcohol pasca kecelakaan, Rick kemudian mengalami “pencerahan spiritual” dan kembali bermusik. Dengan drum khusus yang dirancang untuknya, Rick Allen membantu Deff Leppard menggarap banyak hits seperti ‘Tow Steps Behind’ atau ‘Hysteria’.  Kini, dengan kondisi cacatnya, Rick malah tercatat sebagai salah satu drummer terbaik dunia.

Ramona Purba [solois tunanetra Indonesia]

Pecinta musik pop Indonesia tahun 80-an, pasti tak akan melupakan nama Ramona Purba ini. Solois tunanetra ini punya hits yang cukup terkenal di era itu, ‘Terlena.’ Diluar karya kolaborasi, Ramona sudah menyelesaikan 12 album, termasuk dengan grup Jazz Karimata. Namun dari kedua belas album tersebut, orang hanya tahu album “Terlena” dan “Jalan Sore-Sore” albumnya yang lain tidak terlalu dikenal orang. Kini, solois yang jago main gitar dan keybord ini, masih bermusik di gereja.

Miles Hilton Barber [pilot tunanetra pertama]

Ini memang tidak ada hubunganya dengan musik. Miles Hilton Barber adalah pilot buta pertama di dunia, yang melakukan penerbangan melewati kawasan udara Eropa, Timur Tengah, Pakistan, India, Myanmar, Malaysia, Indonesia, Darwin dan berakhir di Sydney Australia. Kemampuannya “Terbang”,  itu seakan menjadi “wejangan tersendiri” bagi para penyandang cacat, apapun, tidak membuat kamu lelah pikiran. Meski cacat, seseorang masih bisa melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.

Beberapa nama lain yang bisa disebut adalah Tommi Iomi [gitaris Black Sabbath, yang jari tengahnya terpotong], Ray Charles [buta], Jamaican Café [salah satu personilnya punya kekurangan fisik], dan masih banyak nama-nama lain yang seharusnya menjadi inspirasi yang kuat, untuk kita yang notabene utuh secara fisik.

+++

Cacat Hanya Untuk Penakut

Dalam realitasnya memang setiap manusia memiliki potensi diri yang dapat dikembangkan termasuk mereka yang selama ini disebut cacat. Setiap manusia mampu untuk menggapai prestasi, hanya cara yang mereka gunakan saja yang berbeda. Dalam hal fisik sesungguhnya semua manusia tidak jauh berbeda, hanya keberanian dan mental tempe yang boleh menjadi pembeda di antara kita. Mereka boleh cacat fisik, tapi mereka tak pernah merasa cacat hati. Maka hanya mereka yang tidak berani dan [hanya] bermental tempe, sesungguhnya yang pantas disebut cacat.

Sumber: AirPutihku

cek band/ daerahmu disini:

bali, bandung, bogor, bojonegoro, depok, jakarta, jember, kudus, lumajang, makassar, malang, pamekasan, probolinggo, purwokerto, semarang, situbondo, sumenep, surabaya, tangerang, dll.
supported by deditsabit