Revolusi di Ladang Musik – Aku Melawan Maka Aku Ada [2]
Oleh: Djoko Moernantyo
Jadi ‘Pemberontak’ Musikal
Ada perbedaan yang jelas, antara bersuara kritis dan niat untuk memberontak. Kekritisan itu sebagai bentuk kegelisahan yang terpendam. Ketika akhirnya berani bersuara kritis, artinya ada gelegak yang tak tertampung lagi.
Jadi mari kita “memberontak” lewat musik. Ajakan saya ini bukan omong kosong loh. Saya amat serius. Tapi bukan membuat gerakan untuk demo besar-besaran seperti di Mesir yang sukses melengserkan Hosni Mobarak. Saya mengajak kamu, siapapun itu, yang tertarik dengan musik atau bahkan kamu adalah musisi, untuk memberontak lewat musik. Tidak usah apriori dengan kata pemberontakan, karena itu koridor yang positif kok.
Lalu mengapa saya mengajak musisi untuk jadi “pemberontak” ya? Di dunia ini, kamu pasti amat familiar dengan ungkapan ‘musik itu universal’ dong. Dan saya mengamini hal itu. Musik [harusnya] bisa jadi saluran pelepasan dari kesumpekan, kepenatan, stress dan semua hal yang membuat kita meledak. Hal itu termasuk yang terjadi di lingkungan dimana kita berdiam. Bahkan musik bisa jadi “ledakan” untuk melawan hal-hal yang ditentang seperti korupsi, kekerasan, pelecehan dan apapun yang ditentang banyak orang. Jadi, marilah memberontak lewat musik. Masih ragu?
Begini saja. Kamu pasti sudah paham, musik adalah salah satu bentuk kesenian yang paling populer di dunia hiburan. Setiap kelompok usia dapat menikmatinya dengan nyaman. Tentu saja karakter musikalnya juga disesuaikan. Musik juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan remaja di era sekarang.
Sayangnya tidak sedikit, musisi yang “menyelewengkan” musik untuk mempopulerkan kekerasan bahkan mempromosikan kekerasan. Tidak secara langsung, tapi lirik yang berkonotasi keras, liar dan tanpa tedeng aling-aling, biasanya bisa menenggelamkan keindahan sebuah karya musikal itu sendiri. Padahal, musisi dan musiknya bisa jadi duta besar yang amat kuat bagi pemujanya.
Padahal pemberontakan itu bisa diarahkan dalam lini yang lebih positif, ketimbang menjadi anasir-anasir pengacau, meski tetap berkedok musik. Coba, siapa yang sangkal, salah satu cara yang paling populer untuk mengekspresikan pemberontakan tersebut adalah melalui musik? Bahkan dalam agenda-agenda politik pun, lagu yang didesain khusus sebagai publisitas dan propaganda kepentingan politik, bisa mengobarkan pemberontakan.
Musik memiliki cara yang luar biasa melampaui perasaan, emosi, dan informasi di seluruh dunia. Memberontak lewat musik linier dengan style yang bisa diadopsi cepat oleh masyarakat, bahkan jika itu tidak sesuai dengan moralitas yang dianut sekalipun. Tapi tentu tidak saya anjurkan untuk dilakukan di negeri yang punya “banyak tuhan swasta” ini ya.
Sumber: AirPutihku