mau band kamu ada disini? atau lagumu dishare disini? GRATIS....!!! buat anak band yang dah punya lagu sendiri n pengen dishare ke temen-temen laen, disini tempatnya...

ikuti aturan mainnya:
1. kirimkan lagu jadi dengan audio mixing yang normal dilengkapi dengan profil band via email ke: deditsabit@gmail.com
2. beri judul emailnya dengan nama "BAND"
3. konfirmasikan pengiriman via chatbox yang tersedia di sebelah kiri
4. ditunggu hingga proses penyuntingan selesai untuk diluncurkan...

jika ada perubahan dengan lagu, data atau lagunya tidak ingin dipublikasikan di blog ini lagi, segera hubungi admin, atas kerjasamanya kami sampaikan terima kasih dan salam tiga jari untuk mengharumkan citra musik Indonesia...

Photobucket

Post

SEMPRUL:isme di Industri Hingar-Bingar

Oleh: Djoko Moernantyo


DALAM khazanah bahasa Jawa, ungkapan semprul identik dengan ucapan yang berkonotasi ngeledek. Jarang, kata itu diucapkan dengan emosi meledak-ledak atau ketika sedang dalam kondisi amarah memuncak. Semprul itu nyaris sama dengan “konyol” dalam bahasa Indonesia tapi konteks guyonan. Ketika kata itu diucapkan, biasanya sih tidak merasa tersinggung atau marah. Lalu apa korelasinya dalam konteks musikal dan industrial? Menjadi relevan sebenarnya, karena ternyata banyak manusia di dalamnya yang  menjadi semprul.

Apa sebenarnya ke-semprul-an yang jadi jargon unik dalam industri musik Indonesia? Banyak. Ketika musisi –atau kebetulan bisa main alat musik—mentas dari cangkangnya dan menetas ke industri, mereka sudah menyebut dirinya artis. Karyanya belum lagi bisa diapresiasi, musikalitasnya pun belum terdengar andal dan nikmat, tapi attitude-nya sudah ngartis duluan. Semprul bukan?

Perhatikan, bagaimana label memperlakukan asuhannya yang sedang laris manis seperti bebek bertelur emas, diusap, dielus, dimandikan, diberi makanan yang bergizi. Ketika bebek itu kelelahan dan mulai seret bertelur, niscaya akan segera mencari bebek lain yang bisa diperlakukan sama. Kemudian terjadilah apa yang dikuatirkan oleh Karl Marx, penghisapan manusia oleh manusia [Ia’exploitation de Ia’homme per Ia’homme]. Penghisapan artis oleh label atau kekonyolan artis yang “minta” diperlakukan seperti artis besar [sekali]  ketika sedang di puncak [atau malah mereka yang sedang meniti karir].

Banyak orang yang menganut semprul:isme, paham kekonyolan yang membuat penonton diluar tertawa terbahak. Yang membuat kita geleng-geleng kepala lantaran heran dengan kelakuan menggelikan dan bodoh itu. Penganut semprul:isme, adalah pemilik kacamata kuda, yang merasa semuanya sudah benar, sudah saatnya dan sudah layaknya menerima penghargaan. Dia berceloteh seolah yang lain adalah siswa SD, dicekokin dengan kekonyolan. Meski sejatinya dia ditertawakan karena sikap “seolah-nya“ itu.

Dalam cerita, mungkin penganut semprul:isme ini bisa didapuk seperti Don Quixote. Seorang tua yang merasa dirinya adalah satria digdaya, padahal seorang “aneh” –meski jujur dan setia–  yang jadi bulan-bulanan karena kekonyolannya itu. Sadar? Tentu saja tidak, karena alam bawah sadarnya lebih kuat mengatakan dia adalah satria tanpa tanding. Dan itulah yang banyak terjadi di industri musik Indonesia. Alam bawah sadarnya mengatakan, dia artis, dia terkenal, hebat, dan punya banyak pemuja. Kosakata rona-rona pujian yang mengalir itu, banyak melenakan dan kemudian bertingkah semprul.

Dinamika semprul:isme itu repotnya makin menggeliat di jagat hiburan [dan musik] Indonesia.

Sumber: AirPutihku

cek band/ daerahmu disini:

bali, bandung, bogor, bojonegoro, depok, jakarta, jember, kudus, lumajang, makassar, malang, pamekasan, probolinggo, purwokerto, semarang, situbondo, sumenep, surabaya, tangerang, dll.
supported by deditsabit