Konser “Coba-Coba” Oleh Promotor “Coba-Coba” Pula
PERHATIKAN! Belakangan kita akan menemukan banyak konser yang menilik promotornya tampaknya seperti konser ‘lepehan’ saja. Mengapa saya katakan begitu? Karena tanpa promosi yang memadai, kemudian nama-nama artisnya juga tidak bisa disebut happening di era sekarang. Nama-nama yang pernah berjaya atau malah belum terdengar sama sekali, meski ada klaim [dalam preskon biasanya] artis yang mereka bawa punya fansbase yang kuat. Tapi klaim itu biasanya berbanding terbalik dengan kenyataan yang dilihat di lapangan.
Banyak dari promoter itu, awalnya bukan bergerak di bidang musik. Mungkin sebelumnya ada yang mengurus olahraga, sekadar jadi EO atau tiba-tiba punya kenalan promoter atau agen yang menawarkan artis yang sedang ingin konser di Indonesia. Tentu dengan kata-kata sorga bahwa artis itu punya massa besar dan bakal dipenuhi penonton yang berjejal. Hal itu pula yang dipakai untuk menyakinkan sponsor.
Tapi kenyataannya? Yah inilah yang terjadi, banyak konser yang didengung-dengungkan bakal rame, sold out, atau laris-manis, ternyata kosong melompong. Mungkin hanya dijejali pemenang kuis, kerabat, kru dan fans-fans fanatiknya saja. Lalu apa jawaban promoter ketika melihat kondisi itu?
“Kita sudah lakukan promosi dan kerjasama dengan banyak pihak, tapi kalau hasilnya seperti ini kita angga ini pembelajaran untuk konser berikutnya.”
Jawaban yang terdengar sangat masuk akal, tapi kalau ditelaah lebih jauh sama saja dengan promoter itu tidak punya persiapan atau strategi apa-apa dengan konsernya. Yang jelas, mereka tidak mengadakan riset tentang seberapa kuat pengaruh artis itu di Indonesia. Asal bule, kayaknya fansbase-nya kuat, apapun itu, silakan panggungkan. Dan itulah kesalahan terbesar promoter apalagi kalau terhitung baru. Hanya mengandalkan kekuatan uang dan agen [sukur-sukur agennya jujur], tentu bukan jaminan sukses.
Jadi pembelajaran untuk konser berikutnya? Apakah mengeluarkan uang ratusan juga mungkin milyaran masih dianggap sebagai ajang coba-coba? Bagaimana kalau promoter itu tidak bersaing gede-gedein nge-bid artis? Biar penonton local juga seneng kalau tiketnya murah. Nggak usah merasa bangga kalau bisa ngedatengin degan biaya mahal diluar harga normal, karena yang ada malah diketawain artisnya. Masih mending kalau bisa semena-mena sama artisnya, yang terjadi tetap saja kita jadi ‘kacung’-nya meski sudah dibayar gila-gilaan.
by djoko moernantyo
Sumber: AirPutihku
Banyak dari promoter itu, awalnya bukan bergerak di bidang musik. Mungkin sebelumnya ada yang mengurus olahraga, sekadar jadi EO atau tiba-tiba punya kenalan promoter atau agen yang menawarkan artis yang sedang ingin konser di Indonesia. Tentu dengan kata-kata sorga bahwa artis itu punya massa besar dan bakal dipenuhi penonton yang berjejal. Hal itu pula yang dipakai untuk menyakinkan sponsor.
Tapi kenyataannya? Yah inilah yang terjadi, banyak konser yang didengung-dengungkan bakal rame, sold out, atau laris-manis, ternyata kosong melompong. Mungkin hanya dijejali pemenang kuis, kerabat, kru dan fans-fans fanatiknya saja. Lalu apa jawaban promoter ketika melihat kondisi itu?
“Kita sudah lakukan promosi dan kerjasama dengan banyak pihak, tapi kalau hasilnya seperti ini kita angga ini pembelajaran untuk konser berikutnya.”
Jawaban yang terdengar sangat masuk akal, tapi kalau ditelaah lebih jauh sama saja dengan promoter itu tidak punya persiapan atau strategi apa-apa dengan konsernya. Yang jelas, mereka tidak mengadakan riset tentang seberapa kuat pengaruh artis itu di Indonesia. Asal bule, kayaknya fansbase-nya kuat, apapun itu, silakan panggungkan. Dan itulah kesalahan terbesar promoter apalagi kalau terhitung baru. Hanya mengandalkan kekuatan uang dan agen [sukur-sukur agennya jujur], tentu bukan jaminan sukses.
Jadi pembelajaran untuk konser berikutnya? Apakah mengeluarkan uang ratusan juga mungkin milyaran masih dianggap sebagai ajang coba-coba? Bagaimana kalau promoter itu tidak bersaing gede-gedein nge-bid artis? Biar penonton local juga seneng kalau tiketnya murah. Nggak usah merasa bangga kalau bisa ngedatengin degan biaya mahal diluar harga normal, karena yang ada malah diketawain artisnya. Masih mending kalau bisa semena-mena sama artisnya, yang terjadi tetap saja kita jadi ‘kacung’-nya meski sudah dibayar gila-gilaan.
by djoko moernantyo
Sumber: AirPutihku