Manunggaling Pencipta & Pendengar: Musik Untuk Musik atau Musik Untuk Mematikan Musik?
MENCIPTAKAN lagu, membuat aransemen, kemudian menjadikannya indah sebagai satu komposisi utuh, sebenarnya adalah bagian dari ilmu komunikasi. Karena secara teori, ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha komunikator untuk menyampaikan isi pernyataan kepada komunikan. Kalau mengacu teori tersebut, bisa kita bedah komunikator-nya adalah musisi, isi pernyataannya adalah lagu dan komunikannya adalah fans atau penikmat musiknya.
Ketika musisi atau penyanyi membuat dan menyanyikan lagu-lagunya, sejatinya dia sedang menyampaikan pesan kepada pendengarnya. Alhasil, pesan itu positif atau negative biasanya akan cepat diserap dan dinikmati pendengarnya. Pernah mendengar seseorang bunuh diri karena mendengar lagu yang amat galau? Atau sebaliknya menjadi pembunuh karena liriknya dianggap memberi pembenaran untuk melakukannya? Kasus-kasus itu tidak sedikit. Itu dari sisi negatif.
Dari sisi positif, banyak cerita manusia kembali ke Tuhannya, karena mendengar lagu yang menyentuh. Atau hubungan dengan kekasih, sahabat, keluarganya, menjadi dipulihkan karena lagu yang memberi pencerahan secara emosional dan sangat dalam. Makanya, musisi harus berhati-hati dengan apa yang ingin disampaikannya, karena isi pernyataan yang ditulisnya, disadari atau tidak, punya pengaruh yang hebat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, anggaplah ini kunci—bagaimana musisi atau pencipta lagu mendapatkan emosi dari lagu yang diciptakannya. Memang, bukan sesuatu yang hakiki dan berlaku untuk semua karakter lagu. Tapi ini adalah bagian dari teori komunikasi dan mempelajari apa yang menarik dari satu lagu yang sudah tercipta.
Emosi
Lagu yang menarik dan istimewa adalah lagu yang punya emosi dengan pendengarnya. Kita pasti pernah mendengar istilah ‘lagunya gue banget….!” Kenapa terlontar ucapan itu? Karena lagu itu bisa menyentuh sisi terdalam perasaan seseorang. Bagaimana bisa dilakukan? Ketika seseoran membuat lagu dari sesuatu yang sangat personal, dia sudah punya kelebihan awal di emosi. Kisah putus cinta, bisa menjadi dramatis dan “meleleh” saat dibuat berdasarkan kisah nyata yang dialami penciptanya. Atau kesedihan kehilangan orang-orang yang kita cintai misalnya. Emosi ini bisa muncul dalam beberapa sebab dan tempat.
Cerita di Balik Layar
Cerita dibalik layar ini, disadari atau tidak, kerap memberi peluang untuk menjadikan lagu tersebut anthem seseorang. Misalnya, satu lagu yang tercipta di saat musisi itu sedang berada di ambang mau lantaran sakit, atau justru mati usai mencipta lagu itu. Atau contoh lain, kisah lagu Dara milik Ariel Peterpan, yang tercipta di ruang penjara. Cerita-cerita seperti itu –meski kadang hanya kisah semua yang sengaja dibuat—bisa memberikan efek kejut yang tidak pernah kita duga.
Musikalitas
Ini berhubungan dengan lirik atau aransemen yang dibuat. Bagaimana musisi merespon dengan cepat dan baik dari kisah-kisah yang terbentang di depannya, menjadi satu rangkaian untuk lirik dan aransemen yang menarik dan layak dinikmati. Peran penting aranjer menerjemahkan cerita dalam komposisi ini ibarat koki yang kudu meramu bermacam-macam bahan menjadi menu masakan yang enak.
+++
Poin-poin di atas melengkapi hal-hal penting yang kudu diketahui oleh musisi atau pencipta lagu. Baiklah, memang semua tampak teoritis, tapi apa yang diwartakan dan disampaikan ini sebenarnya semacam riset singkat dari ratusan band yang pernah diwawancarai. Kesimpulan ini cukup valid dan menjadi acuan yang perlu diperhatikan. Apa yang sebenarnya penting diketahui dari sisi komunikator, isi pernyataan dan komunikan penerima?
i. Magnitude [pengaruh]
Unsur propagandis secara positif menjadi amat penting. Seberapa kuat lagu itu menjadi pengaruh, memberi pengaruh dan benar-benar memberi ruang pendengarnya untuk bersikap atas sesuatu. Lagu harus memberi pengaruh. Kalau tidak, tidak akan menjadi istimewa atau biasa-biasa saja.
ii. Significance [seberapa penting]
Seberapa penting pesan itu harus disampaikan? Kalau tidak terlalu penting, mendingan ganti tema atau ganti lagu saja. Banyak lagu yang mengandung pesan tapi dipaksakan. Percayalah, kalau itu dilakukan, tidak hanya akan gagal dan tidak mendapat respon apa-apa, tapi juga membuat imej berantakan dari musisi tersebut. Tidak usah membuat pesan yang mengada-ada. Jujur saja.
iii. Actuality [aktulitas pesan]
Aktualitas pesan juga penting. Pesan yan berhubungan dengan kondisi nyata yang terjadi sekarang, akan berbeda ketika peristiwa itu terjadi beberapa tahun sebelumnya. Meski ada yang bisa tetap actual sampai kapanpun, tapi itu kasus per kasus. Musisi memang perlu update dengan dirinya sendiri. Kalau tidak, dia akan terjebak dalam kotak pandor yang tak pernah terbuka.
iv. Proximity [kedekatan]
Seberapa kuat lagu itu punya kedekatan [emosional] dengan pendengarnya? Kalau ceritanya ngawang-ngawang, pendengar merasa jauh dengan apa yang didengarnya, itu sudah tanda-tanda kegagalan. Anggap saja, beda segmen, penempatan yang tidak pas dan pesan yang tidak punya sisi emosional. Pengalaman hidup dan banyak mendengar, biasanya menjadi kunci penting poin ini.
v. Prominence [keakraban]
Akrab ini lebih personal ketimbang sekadar kedekatan. Artinya, di level ini, sebuah pesan melibatkan seseorang dalam kehidupan orang lain. Bukan perkara mudah, tapi bukan tidak bisa. Banyak pencipta lagu yang berhasil disini. Contoh ST12 selalu mengharukan saat menyanyikan ‘Saat Terakhir’ karena lagu itu tercipta usai salah satu personilnya meninggal dunia. Keakraban yang terjalin bertahun-tahun, membuat semua personilnya bisa merasakan apa yang terjadi di detik-detik terakhir sahabatnya itu. Sayang, band ini bubar.
vi. Human Interest [kemanusiaan]
Lagu harus bisa memanusiakan pendengarnya. Apa maksudnya? Lagu jangan meremehkan pendengarnya, lagu jangan membuat pendengar tersinggung. Lagu harus mewakili kemanusiaan. Ketika Bona Paputungan membuat lagu tentang Gayus beberapa waktu lalu, dia sedang mewakili kemanusiaan yang terkoyak karena ulah seorang manusia lain. Itu salah satu contohnya. Soal cinta pun harus punya sisi kemanusiaan. Jangan meremehkan cinta itu sendiri. Intinya, lagu yang menjadi “sejati” dengan pendengarnya, akan membuat kita terwakili. Dalam bahasa Jawa mungkin bisa meminjam istilah ‘manunggaling pencipta dan pendengar’. Artianya ‘bersatunya’ rasa dari pencipta terhadap rasa dari pendengar.
by djoko moernantyo
Sumber: AirPutihku
Ketika musisi atau penyanyi membuat dan menyanyikan lagu-lagunya, sejatinya dia sedang menyampaikan pesan kepada pendengarnya. Alhasil, pesan itu positif atau negative biasanya akan cepat diserap dan dinikmati pendengarnya. Pernah mendengar seseorang bunuh diri karena mendengar lagu yang amat galau? Atau sebaliknya menjadi pembunuh karena liriknya dianggap memberi pembenaran untuk melakukannya? Kasus-kasus itu tidak sedikit. Itu dari sisi negatif.
Dari sisi positif, banyak cerita manusia kembali ke Tuhannya, karena mendengar lagu yang menyentuh. Atau hubungan dengan kekasih, sahabat, keluarganya, menjadi dipulihkan karena lagu yang memberi pencerahan secara emosional dan sangat dalam. Makanya, musisi harus berhati-hati dengan apa yang ingin disampaikannya, karena isi pernyataan yang ditulisnya, disadari atau tidak, punya pengaruh yang hebat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, anggaplah ini kunci—bagaimana musisi atau pencipta lagu mendapatkan emosi dari lagu yang diciptakannya. Memang, bukan sesuatu yang hakiki dan berlaku untuk semua karakter lagu. Tapi ini adalah bagian dari teori komunikasi dan mempelajari apa yang menarik dari satu lagu yang sudah tercipta.
Emosi
Lagu yang menarik dan istimewa adalah lagu yang punya emosi dengan pendengarnya. Kita pasti pernah mendengar istilah ‘lagunya gue banget….!” Kenapa terlontar ucapan itu? Karena lagu itu bisa menyentuh sisi terdalam perasaan seseorang. Bagaimana bisa dilakukan? Ketika seseoran membuat lagu dari sesuatu yang sangat personal, dia sudah punya kelebihan awal di emosi. Kisah putus cinta, bisa menjadi dramatis dan “meleleh” saat dibuat berdasarkan kisah nyata yang dialami penciptanya. Atau kesedihan kehilangan orang-orang yang kita cintai misalnya. Emosi ini bisa muncul dalam beberapa sebab dan tempat.
Cerita di Balik Layar
Cerita dibalik layar ini, disadari atau tidak, kerap memberi peluang untuk menjadikan lagu tersebut anthem seseorang. Misalnya, satu lagu yang tercipta di saat musisi itu sedang berada di ambang mau lantaran sakit, atau justru mati usai mencipta lagu itu. Atau contoh lain, kisah lagu Dara milik Ariel Peterpan, yang tercipta di ruang penjara. Cerita-cerita seperti itu –meski kadang hanya kisah semua yang sengaja dibuat—bisa memberikan efek kejut yang tidak pernah kita duga.
Musikalitas
Ini berhubungan dengan lirik atau aransemen yang dibuat. Bagaimana musisi merespon dengan cepat dan baik dari kisah-kisah yang terbentang di depannya, menjadi satu rangkaian untuk lirik dan aransemen yang menarik dan layak dinikmati. Peran penting aranjer menerjemahkan cerita dalam komposisi ini ibarat koki yang kudu meramu bermacam-macam bahan menjadi menu masakan yang enak.
+++
Poin-poin di atas melengkapi hal-hal penting yang kudu diketahui oleh musisi atau pencipta lagu. Baiklah, memang semua tampak teoritis, tapi apa yang diwartakan dan disampaikan ini sebenarnya semacam riset singkat dari ratusan band yang pernah diwawancarai. Kesimpulan ini cukup valid dan menjadi acuan yang perlu diperhatikan. Apa yang sebenarnya penting diketahui dari sisi komunikator, isi pernyataan dan komunikan penerima?
i. Magnitude [pengaruh]
Unsur propagandis secara positif menjadi amat penting. Seberapa kuat lagu itu menjadi pengaruh, memberi pengaruh dan benar-benar memberi ruang pendengarnya untuk bersikap atas sesuatu. Lagu harus memberi pengaruh. Kalau tidak, tidak akan menjadi istimewa atau biasa-biasa saja.
ii. Significance [seberapa penting]
Seberapa penting pesan itu harus disampaikan? Kalau tidak terlalu penting, mendingan ganti tema atau ganti lagu saja. Banyak lagu yang mengandung pesan tapi dipaksakan. Percayalah, kalau itu dilakukan, tidak hanya akan gagal dan tidak mendapat respon apa-apa, tapi juga membuat imej berantakan dari musisi tersebut. Tidak usah membuat pesan yang mengada-ada. Jujur saja.
iii. Actuality [aktulitas pesan]
Aktualitas pesan juga penting. Pesan yan berhubungan dengan kondisi nyata yang terjadi sekarang, akan berbeda ketika peristiwa itu terjadi beberapa tahun sebelumnya. Meski ada yang bisa tetap actual sampai kapanpun, tapi itu kasus per kasus. Musisi memang perlu update dengan dirinya sendiri. Kalau tidak, dia akan terjebak dalam kotak pandor yang tak pernah terbuka.
iv. Proximity [kedekatan]
Seberapa kuat lagu itu punya kedekatan [emosional] dengan pendengarnya? Kalau ceritanya ngawang-ngawang, pendengar merasa jauh dengan apa yang didengarnya, itu sudah tanda-tanda kegagalan. Anggap saja, beda segmen, penempatan yang tidak pas dan pesan yang tidak punya sisi emosional. Pengalaman hidup dan banyak mendengar, biasanya menjadi kunci penting poin ini.
v. Prominence [keakraban]
Akrab ini lebih personal ketimbang sekadar kedekatan. Artinya, di level ini, sebuah pesan melibatkan seseorang dalam kehidupan orang lain. Bukan perkara mudah, tapi bukan tidak bisa. Banyak pencipta lagu yang berhasil disini. Contoh ST12 selalu mengharukan saat menyanyikan ‘Saat Terakhir’ karena lagu itu tercipta usai salah satu personilnya meninggal dunia. Keakraban yang terjalin bertahun-tahun, membuat semua personilnya bisa merasakan apa yang terjadi di detik-detik terakhir sahabatnya itu. Sayang, band ini bubar.
vi. Human Interest [kemanusiaan]
Lagu harus bisa memanusiakan pendengarnya. Apa maksudnya? Lagu jangan meremehkan pendengarnya, lagu jangan membuat pendengar tersinggung. Lagu harus mewakili kemanusiaan. Ketika Bona Paputungan membuat lagu tentang Gayus beberapa waktu lalu, dia sedang mewakili kemanusiaan yang terkoyak karena ulah seorang manusia lain. Itu salah satu contohnya. Soal cinta pun harus punya sisi kemanusiaan. Jangan meremehkan cinta itu sendiri. Intinya, lagu yang menjadi “sejati” dengan pendengarnya, akan membuat kita terwakili. Dalam bahasa Jawa mungkin bisa meminjam istilah ‘manunggaling pencipta dan pendengar’. Artianya ‘bersatunya’ rasa dari pencipta terhadap rasa dari pendengar.
by djoko moernantyo
Sumber: AirPutihku